-->
Posted by Unknown Wednesday, October 17, 2012 0 comments
Imam Abu Dawud

Abu Dawud nama lengkapnya ialah Sulaiman bin al-Asy'as bin Ishaq bin Basyir bin Syidad bin 'Amr al-Azdi as-Sijistani, seorang imam ahli hadis yang sangat teliti, tokoh terkemuka para ahli hadis setelah dua imam hadith Bukhari dan Muslim serta pengarang kitab Sunan. Ia dilahirkan pada tahun 202 H/817 M di Sijistan.

Perkembangan dan Perlawatannya

Sejak kecilnya Abu Dawud sudah mencintai ilmu dan para ulama, bergaul dengan mereka untuk dapat mereguk (menikmati) dan menimba ilmunya. Belum lagi mencapai usia dewasa, ia telah mempersiapkan dirinya untuk mengadakan perlawatan, mengelilingi berbagai negeri. Ia belajar hadis dari para ulama yang tidak sedikit jumlahnya, yang dijumpainya di Hijaz, Syam, Mesir, Irak, Jazirah, Sagar, Khurasan dan negeri-negeri lain.

Perlawatannya ke berbagai negeri ini membantu dia untuk memperoleh pengetahuan luas tentang hadis, kemudian hadis-hadis yang diperolehnya itu disaring dan hasil penyaringannya dituangkan dalam kitab As-Sunan. Abu Dawud mengunjungi Baghdad berkali-kali. Di sana ia mengajarkan hadis dan fiqh kepada para penduduk dengan memakai kitab Sunan sebagai pegangannya. Kitab Sunan karyanya itu diperlihatkannya kepada tokoh ulama hadis, Ahmad bin Hanbal.

Dengan bangga Imam Ahmad memujinya sebagai kitab yang sangat indah dan baik. Kemudian Abu Dawud menetap di Basrah atas permintaan gabenor setempat yang menghendaki supaya Basrah menjadi "Ka'bah" bagi para ilmuwan dan peminat hadis.

Guru-gurunya

Para ulama yang menjadi guru Imam Abu Dawud banyak jumlahnya. Di antaranya guru-guru yang paling terkemuka ialah Ahmad bin Hanbal, al-Qa'nabi, Abu 'Amr ad-Darir, Muslim bin Ibrahim, Abdullah bin Raja', Abu'l Walid at-Tayalisi dan lain-lain. Sebahagian gurunya ada pula yang menjadi guru Imam Bukhari dan Imam Muslim, seperti Ahmad bin Hanbal, Usman bin Abi Syaibah dan Qutaibah bin Sa'id.

Murid-muridnya (Para Ulama yang Mewarisi Hadisnya)

Ulama-ulama yang mewarisi hadisnya dan mengambil ilmunya, antara lain Abu 'Isa at-Tirmidzi, Abu Abdur Rahman an-Nasa'i, putranya sendiri Abu Bakar bin Abu Dawud, Abu Awanah, Abu Sa'id al-A'rabi, Abu Ali al-Lu'lu'i, Abu Bakar bin Dassah, Abu Salim Muhammad bin Sa'id al-Jaldawi dan lain-lain.

Cukuplah sebagai bukti pentingnya Abu Dawud, bahawa salah seorang gurunya, Ahmad bin Hanbal pernah meriwayatkan dan menulis sebuah hadis yang diterima daripadanya. Hadis tersebut ialah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, dari Hammad bin Salamah dari Abu Ma'syar ad-Darami, dari ayahnya, sebagai berikut: "Rasulullah SAW ditanya tentang 'atirah, maka ia menilainya baik."

Akhlak dan Sifat-sifatnya yang Terpuji

Abu Dawud adalah salah seorang ulama yang mengamalkan ilmunya dan mencapai darjat tinggi dalam ibadah, kesucian diri, wara' dan kesolehannya. Ia adalah seorang manusia utama yang patut diteladani perilaku, ketenangan jiwa dan keperibadiannya. Sifat-sifat Abu Dawud ini telah diungkapkan oleh sebahagian ulama yang menyatakan:

"Abu Dawud menyerupai Ahmad bin Hanbal dalam perilakunya, ketenangan jiwa dan kebagusan pandangannya serta keperibadiannya.

Ahmad dalam sifat-sifat ini menyerupai Waki', Waki menyerupai Sufyan as-Sauri, Sufyan menyerupai Mansur, Mansur menyerupai Ibrahim an-Nakha'i, Ibrahim menyerupai 'Alqamah dan ia menyerupai Ibn Mas'ud. Sedangkan Ibn Mas'ud sendiri menyerupai Nabi SAW dalam sifat-sifat tersebut." Sifat dan keperibadian yang mulia seperti ini menunjukkan atas kesempurnaan keberagamaan, tingkah laku dan akhlak.

Abu Dawud mempunyai pandangan dan falsafah sendiri dalam cara berpakaian. Salah satu lengan bajunya lebar namun yang satunya lebih kecil dan sempit. Seseorang yang melihatnya bertanya tentang hal ini, ia menjawab: "Lengan baju yang lebar ini digunakan untuk membawa kitab-kitab, sedang yang satunya lagi tidak diperlukan. Jadi, kalau dibuat lebar, hanyalah berlebih-lebihan.

Pujian Para Ulama Kepadanya

Abu Dawud adalah juga merupakan "bendera Islam" dan seorang hafiz yang sempurna, ahli fiqh dan berpengetahuan luas terhadap hadis dan ilat-ilatnya (kecacatannya). Ia memperoleh penghargaan dan pujian dari para ulama, terutama dari gurunya sendiri, Ahmad bin Hanbal. Al-Hafiz Musa bin Harun berkata mengenai Abu Dawud:

"Abu Dawud diciptakan di dunia hanya untuk hadis, dan di akhirat untuk syurga. Aku tidak melihat orang yang lebih utama melebihi dia."

Sahal bin Abdullah At-Tistari, seorang yang alim mengunjungi Abu Dawud. Lalu dikatakan kepadanya: "Ini adalah Sahal, datang berkunjung kepada tuan. "Abu Dawud pun menyambutnya dengan hormat dan mempersilakan duduk. Kemudian Sahal berkata: "Wahai Abu Dawud, saya ada keperluan kepadamu." Ia bertanya: "Keperluan apa?" "Ya, akan saya utarakan nanti, asalkan engkau berjanji akan memenuhinya sedapat mungkin," jawab Sahal. "Ya, aku penuhi maksudmu selama aku mampu," jawab Abu Dawud.

Lalu Sahal berkata: "Jujurkanlah lidahmu yang engkau pergunakan untuk meriwayatkan hadis dari Rasulullah SAW. sehingga aku dapat menciumnya." Abu Dawud pun lalu menjulurkan lidahnya yang kemudian dicium oleh Sahal.

Ketika Abu Dawud menyusun kitab Sunan, Ibrahim al-Harbi, seorang ulama ahli hadis berkata: "Hadis telah dilunakkan bagi Abu Dawud, sebagaimana besi dilunakkan bagi Nabi Dawud." Ungkapan ini adalah kata-kata simbolik dan perumpamaan yang menunjukkan atas keutamaan dan keunggulan seseorang di bidang penyusunan hadis. Ia telah mempermudah yang sulit, mendekatkan yang jauh dan memudahkan yang masih rumit dan pelik.

Abu Bakar al-Khallal, ahli hadis dan fiqh terkemuka yang bermadzhab Hanbali, menggambarkan Abu Dawud sebagai berikut; Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy'as, imam terkemuka pada zamannya adalah seorang tokoh yang telah menggali beberapa bidang ilmu dan mengetahui tempat-tempatnya, dan tiada seorang pun pada masanya yang dapat mendahului atau menandinginya. Abu Bakar al-Asbihani dan Abu Bakar bin Sadaqah senantiasa menyinggung-nyingung Abu Dawud kerana ketinggian darjatnya, dan selalu menyebut-nyebutnya dengan pujian yang tidak pernah mereka berikan kepada siapa pun pada masanya.

Madzhab Fiqh Abu Dawud

Syaikh Abu Ishaq asy-Syairazi dalam asy-Syairazi dalam Tabaqatul-Fuqaha-nya menggolongkan Abu Dawud ke dalam kelompok murid-murid Imam Ahmad. Demikian juga Qadi Abu'l-Husain Muhammad bin al-Qadi Abu Ya'la (wafat 526 H) dalam Tabaqatul-Hanabilah-nya. Penilaian ini nampaknya disebabkan oleh Imam Ahmad merupakan gurunya yang istimewa. Menurut satu pendapat, Abu Dawud adalah bermadzhab Syafi'i.

Menurut pendapat yang lain, ia adalah seorang mujtahid sebagaimana dapat dilihat pada gaya susunan dan sistematika Sunan-nya. Terlebih lagi bahawa kemampuan berijtihad merupakan salah satu sifat khas para imam hadis pada masa-masa awal.

Memandang Tinggi Kedudukan Ilmu dan Ulama
Sikap Abu Dawud yang memandang tinggi terhadap kedudukan ilmu dan ulama ini dapat dilihat pada kisah berikut sebagaimana dituturkan, dengan sanad lengkap, oleh Imam al-Khattabi, dari Abu Bakar bin Jabir, pembantu Abu Dawud. Ia berkata:

"Aku bersama Abu Dawud tinggi di Baghdad. Pada suatu waktu, ketika kami selesai menunaikan shalat Maghrib, tiba-tiba pintu rumah diketuk orang, lalu pintu aku buka dan seorang pelayan melaporkan bahawa Amir Abu Ahmad al-Muwaffaq mohon izin untuk masuk. Kemudian aku melapor kepada Abu Dawud tentang tamu ini, dan ia pun mengizinkan. Sang Amir pun masuk, lalu duduk. Tak lama kemudian Abu Dawud menemuinya seraya berkata: "Gerangan apakah yang membawamu datang ke sini pada saat seperti ini?"

"Tiga kepentingan," jawab Amir. "Kepentingan apa?" tanyanya. Amir menjelaskan, "Hendaknya tuan berpindah ke Basrah dan menetap di sana, supaya para penuntut ilmu dari berbagai penjuru dunia datang belajar kepada tuan; dengan demikian Basrah akan makmur kembali. Ini mengingatkan bahawa Basrah telah hancur dan ditinggalkan orang akibat tragedi Zenji."

Abu Dawud berkata: "Itu yang pertama, sebutkan yang kedua!"

"Hendaknya tuan berkenan mengajarkan kitab Sunan kepada putera-puteraku," kata Amir.

"Ya, ketiga?" Tanya Abu Dawud kembali.

Amir menerangkan: "Hendaknya tuan mengadakan majlis tersendiri untuk mengajarkan hadis kepada putera-putera khalifah, sebab mereka tidak mahu duduk bersama-sama dengan orang umum."

Abu Dawud menjawab: "Permintaan ketiga tidak dapat aku penuhi; sebab manusia itu baik pejabat terhormat mahupun rakyat melarat, dalam bidang ilmu sama."

Ibn Jabir menjelaskan: "Maka sejak itu putera-putera khalifah hadir dan duduk bersama di majlis taklim; hanya saja di antara mereka dengan orang umum di pasang tirai, dengan demikian mereka dapat belajar bersama-sama."

Maka hendaknya para ulama tidak mendatangi para raja dan penguasa, tetapi merekalah yang harus datang kepada para ulama. Dan kesamaan darjat dalam ilmu dan pengetahuan ini, hendaklah dikembangkan apa yang telah dilakukan Abu Dawud tersebut.

Wafatnya

Setelah mengalami kehidupan penuh berkat yang diisi dengan aktiviti ilmiah, menghimpun dan menyebarluaskan hadis, Abu Dawud meninggal dunia di Basrah yang dijadikannya sebagai tempat tinggal atas permintaan Amir sebagaimana telah diceritakan. Ia wafat pada tanggal 16 Syawwal 275 H/889M. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan redha-Nya kepadanya.

Karya-karyanya

Imam Abu Dawud banyak memiliki karya, antara lain:

1. Kitab AS-Sunnan (Sunan Abu Dawud).

2. Kitab Al-Marasil.

3. Kitab Al-Qadar.

4. An-Nasikh wal-Mansukh.

5. Fada'il al-A'mal.

6. Kitab Az-Zuhd.

7. Dala'il an-Nubuwah.

8. Ibtida' al-Wahyu.

9. Ahbar al-Khawarij.

Di antara karya-karya tersebut yang paling bernilai tinggi adalah Sunan Abi Dawud.

Metode Abu Dawud dalam Penyusunan Sunannya

Karya-karya di bidang hadis, kitab-kitab Jami' Musnad dan sebagainya disamping berisi hadis-hadis hukum, juga memuat hadis-hadis yang berkenaan dengan amal-amal yang terpuji (fada'il a'mal) kisah-kisah, nasihat-nasihat (mawa'iz), adab dan tafsir.

Cara demikian tetap berlangsung sampai datang Abu Dawud. Maka Abu Dawud menyusun kitabnya, khusus hanya memuat hadis-hadis hukum dan sunnah-sunnah yang menyangkut hukum. Ketika selesai menyusun kitabnya itu kepada Imam Ahmad bin Hanbal, dan Ibn Hanbal memujinya sebagai kitab yang indah dan baik.

Abu Dawud dalam sunannya tidak hanya mencantumkan hadis-hadis sahih semata sebagaimana yang telah dilakukan Imam Bukhari dan Imam Muslim, tetapi ia memasukkan pula kedalamnya hadis shahih, hadis hasan, hadis dha'if yang tidak terlalu lemah dan hadis yang tidak disepakati oleh para imam untuk ditinggalkannya. Hadis-hadis yang sangat lemah, ia jelaskan kelemahannya.

Cara yang ditempuh dalam kitabnya itu dapat diketahui dari suratnya yang ia kirimkan kepada penduduk Makkah sebagai jawaban atas pertanyaan yang diajukan mereka mengenai kitab Sunannya. Abu Dawud menulis:

"Aku mendengar dan menulis hadis Rasulullah SAW sebanyak 500.000 buah. Dari jumlah itu, aku memilih sebanyak 4.800 hadis yang kemudian aku tuangkan dalam kitab Sunan ini. Dalam kitab tersebut aku himpun hadis-hadis sahih, semi sahih dan yang mendekati sahih. Dalam kitab itu aku tidak mencantumkan sebuah hadis pun yang telah disepakati oleh orang banyak untuk ditinggalkan. Segala hadis yang mengandung kelemahan yang sangat ku jelaskan, sebagai hadis macam ini ada hadis yang tidak shahih sanadnya.

Adapun hadith yang tidak kami beri penjelasan sedikit pun, maka hadis tersebut bernilai salih (dipakai alasan, dalil), dan sebahagian dari hadis yang sahih ini ada yang lebih sahih daripada yang lain. Kami tidak mengetahui sebuah kitab, sesudah Qur'an, yang harus dipelajari selain daripada kitab ini.

Empat buah hadis saja dari kitab ini sudah cukup menjadi pegangan bagi keberagaman tiap orang. Hadis tersebut adalah, yang ertinya:

Pertama: "Segala amal itu hanyalah menurut niatnya, dan tiap-tiap orang memperoleh apa yang ia niatkan. Kerana itu maka barang siapa berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya pula. Dan barang siapa hijrahnya kerana untuk mendapatkan dunia atau kerana perempuan yang ingin dikahwininya, maka hijrahnya hanyalah kepada apa yang dia hijrah kepadanya itu."

Kedua: "Termasuk kebaikan Islam seseorang ialah meninggalkan apa yang tidak berguna baginya."

Ketiga: "Tidaklah seseorang beriman menjadi mukmin sejati sebelum ia merelakan untuk saudaranya apa-apa yang ia rela untuk dirinya."

Keempat: "Yang halal itu sudah jelas, dan yang haram pun telah jelas pula. Di antara keduanya terdapat hal-hal syubhat (atau samar) yang tidak diketahui oleh banyak orang. Barang siapa menghindari syubhat, maka ia telah membersihkan agama dan kehormatan dirinya; dan barang siapa terjerumus ke dalam syubhat, maka ia telah terjerumus ke dalam perbuatan haram, ibarat penggembala yang menggembalakan ternaknya di dekat tempat terlarang. Ketahuilah, sesungguhnya setiap penguasa itu mempunyai larangan. Ketahuilah, sesungguhnya larangan Allah adalah segala yang diharamkan-Nya. Ingatlah, di dalam rumah ini terdapat sepotong daging, jika ia baik, maka baik pulalah semua tubuh dan jika rosak maka rosak pula seluruh tubuh. Ingatlah, ia, iaitu hati."

Demikianlah penegasan Abu Dawud dalam suratnya. Perkataan Abu Dawud itu dapat dijelaskan sebagai berikut:

Hadis pertama adalah ajaran tentang niat dan keikhlasan yang merupakan asas utama bagi semua amal perbuatan diniah dan duniawiah.

Hadis kedua merupakan tuntunan dan dorongan bagi umat Islam agar selalu melakukan setiap yang bermanfaat bagi agama dan dunia.

Hadis ketiga, mengatur tentang hak-hak keluarga dan tetangga, berlaku baik dalam pergaulan dengan orang lain, meninggalkan sifat-sifat egois, dan membuang sifat iri, dengki dan benci, dari hati masing-masing.

Hadis keempat merupakan dasar utama bagi pengetahuan tentang halal haram, serta cara memperoleh atau mencapai sifat wara', yaitu dengan cara menjauhi hal-hal musykil yang samar dan masih dipertentangkan status hukumnya oleh para ulama, kerana untuk menganggap enteng melakukan haram.

Dengan hadis ini nyatalah bahawa keempat hadis di atas, secara umum, telah cukup untuk membawa dan menciptakan kebahagiaan.

Komen Para Ulama Mengenai Kedudukan Kitab Sunan Abu Dawud

Tidak sedikit ulama yang memuji kitab Sunan ini. Hujatul Islam, Imam Abu Hamid al-Ghazali berkata: "Sunan Abu Dawud sudah cukup bagi para mujtahid untuk mengetahui hadis-hadis ahkam." Demikian juga dua imam besar, An-Nawawi dan Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah memberikan pujian terhadap kitab Sunan ini bahkan beliau menjadikan kitab ini sebagai pegangan utama di dalam pengambilan hukum.

Hadith-hadith Sunan Abu Dawud yang Dikritik

Imam Al-Hafiz Ibnul Jauzi telah mengkritik beberapa hadis yang dicantumkan oleh Abu Dawud dalam Sunannya dan memandangnya sebagai hadis-hadis maudhu' (palsu). Jumlah hadis tersebut sebanyak 9 buah hadith. Walaupun demikian, disamping Ibnul Jauzi itu dikenal sebagai ulama yang terlalu mudah mengatakan "palsu", namun kritik-kritik telah ditanggapi dan sekaligus dibantah oleh sebahagian ahli hadis, seperti Jalaluddin as-Suyuti.

Dan andaikata kita menerima kritik yang dilontarkan Ibnul Jauzi tersebut, maka sebenarnya hadis-hadis yang dikritiknya itu sedikit sekali jumlahnya, dan hampir tidak ada pengaruhnya terhadap ribuan hadis yang terkandung di dalam kitab Sunan tersebut. Kerana itu kami melihat bahawa hadis-hadis yang dikritik tersebut tidak mengurangi sedikit pun juga nilai kitab Sunan sebagai rujukan utama yang dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya.

Jumlah Hadis Sunan Abu Dawud

Di atas telah disebutkan bahawa isi Sunan Abu Dawud itu memuat hadis sebanyak 4.800 buah hadis. Namun sebahagian ulama ada yang menghitungnya sebanyak 5.274 buah hadis. Perbedaan jumlah ini disebabkan bahawa sebahagian orang yang menghitungnya memandang sebuah hadith yang diulang-ulang sebagai satu hadis, namun yang lain menganggapnya sebagai dua hadis atau lebih. Dua jalan periwayatan hadis atau lebih ini telah dikenal di kalangan ahli hadis.
Abu Dawud membagi kitab Sunannya menjadi beberapa kitab, dan tiap-tiap kitab dibagi pula ke dalam beberapa bab. Jumlah kitab sebanyak 35 buah, di antaranya ada 3 kitab yang tidak dibagi ke dalam bab-bab. Sedangkan jumlah bab sebanyak 1,871 buah bab.

Sumber: Kitab Hadith Shahih yang Enam, Muhammad Muhammad Abu Syuhbah.

Koleksi Hadis Nabi

0 comments:

Post a Comment